REVIEW KULIAH TAMU PS AGRBISNIS 2022 DALAM RANGKA HARI PANGAN DUNIA

TEMA : KESIAPAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI KRISIS PANGAN DUNIA

PEMATERI : IR.Sutarto Alimoeso, MM

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 2006 – 2010

Direktur Utama Perum Bulog pada tahun 2009 – 2014

Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia

Anggota Pokja Ahli Ketahanan Pangan, Badan Pangan Nasional

Ketua Tim Peningkatan Produksi Padi

 

===========================================================================

PANGAN adalah bagian dari amanat undang-undang 1945, UU. Pangan 18 Tahun 2012 dimana untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa maka penyediaan pangan pokok utamanya beras dan pangan unggulan local maka sistem produksi dan logistik pangan memegang peranan penting dalam sistem pangan nasional. 

Selama ini yg dikejar adalah Ketahanan Pangan saja, dimana ketersediaan (avaibility), stabilitas (stability) dan keterjangkauan (accessibility)  merupakan tiga pilar yang diutamakan pemerintah. Hal ini berarti masih diperbolehkannya impor beberapa komoditas pangan.  Namun menurut Sutarto, yang terpenting adalah KEDAULATAN PANGAN artinya pangan tidak ada lagi yang impor khususnya gandum, jagung dan kedelai. Variabilitas produksi pangan di Indonesia sangat tinggi sehingga optimalisasi pengembangan komoditas dapat dilakukan.

Untuk menjaga stabilitas pangan maka diperlukan stok yang baik. Pada saat ini stok beras pemerintah ada sekitar 1 juta ton padahal untuk dapat aman adalah sekita 2-3 juta ton. Selain stok maka yang penting adalah adanya diversifikasi pangan. Krisis Pangan dunia saat ini disebabkan 3-C yaitu Covid, Climate Change dan Conflict. Konflik antara Rusia dan Ukraina menyebabkan produksi gandum ukraina turun dan pasokan gas nitogen rusia berkurang. Akibatnya harga gandum naik, padahal impor gandum Indonesia sangat tinggi, yaitu 11,170 juta ton (2021) atau naik dari 7,432 juta ton (2014). Kenaikan ini akan sangat memberatkan pemerintah jika nilai kurs dolar terhadap rupiah juga turun. Hal ini mendorong perlunya  DIVERSIFIKASI produk gandum dengan pangan local seperti ubi-ubian, talas dll. Namun sayangnya konsumen gandum terbesar adalah kaum milineal sehingga diperlukan kreatifitas untuk pengalohan produk pangan local.

Menurut Sutarto, Kebijakan harga beras yang murah adalah salah yang betul adalah HARGA BERAS WAJAR  karena ini akan mendorong petani menjadi miskin dan tidak mau lagi menanam padi.  Sebagian besar petani saat ini adalah penerima bantuan sosial. Kaum miliniel saat ini banyak yang bekerja di sector hilir  (off farm) kurang pada hulu (onfarm) sehingga diberikan peluang untuk mengembangkannya, petani kita juga banyak yang sudah usia tua. Permasalahan lain dibidang pertanian adalah hilirisasi yang kurang, sehingga perlu diciptakan produk. Hal yang sama perilaku konsumen perlu dirubah atau diedukasi kearah makanan yang berbasis gandum karena hal ini akan mengurangi impor.

Pertanyaan menarik dari mahasiswa adalah kenapa budidaya padi banyak di Pulau Jawa, menurutnya semua wilayah di Indonesia bisa dikembangkan seperti Lampung, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara tetapi menurutnya padi berkaitan dengan BUDAYA. Yang menjadi perhatian pusat atau sentra padi di Pulau Jawa sudah berubah menjadi non pertanian dan adanya ancaman beras sudah mulai dikuasai Asing. Pertanyaan lainnya adalah mengapa kebijakan pemerintah kurang berpihak kepada masyarakat kecil, hal ini disebabkan kebijakan bersifat top down dan berpihak kepada konsumen.

Masalah dibidang penggilingan padi adalah skala kecil atau UMKM sehingga seperti hidup segan mati tak hendak, oleh karena itu keberpihakannya pada usaha dan petani kecil disebutnya sebagai “Jenderal Semut”.